JAGADSUWUNG.COM/SIDOARJO– Di tengah riuh zaman yang kerap mengaburkan jejak tradisi, ada satu nama yang menolak tunduk pada arus modernitas yang membutakan akar. Mimik Idayana, Wakil Bupati Sidoarjo, berdiri di antara kerlip sorotan cahaya, bukan sebagai pejabat yang memotong pita seremoni, melainkan sebagai penjaga gerbang budaya yang setia.
Pada 14 hingga 15 Juni 2025 mendatang, Museum Mpu Tantular, yang selama ini menjadi pengingat sejarah di jantung Jawa Timur, akan menjadi panggung bagi perhelatan budaya: Penganugerahan Insan Peduli Budaya Nusantara. Sebuah acara yang bukan hanya menampilkan seni, tapi juga menandai siapa saja yang selama ini bekerja dalam senyap, memelihara kebudayaan dengan dedikasi tanpa pamrih.

bersama Persatuan Budayawan Jagad Suwung Nusantara (PBJSN)
Di balik panggung utama, nama Mimik Idayana terpatri kuat. Ia bukan sekadar tamu kehormatan. Ia adalah nafas acara ini—pembina Paguyuban Budaya Jagad Suwung Nusantara (PBJSN) yang baru saja meresmikan kiprahnya melalui SK Kemenkumham RI No AHU – 0003265.AH.01.07.Tahun 2024. Komunitas yang ia bina tak berhenti pada pelestarian kesenian tradisi. PBJSN menjelma sebagai ruang hidup tempat nilai-nilai lokal kembali menemukan rumahnya.
“Kita tidak sedang menampilkan masa lalu .Akan tetapi Kita sedang menjaga masa depan.” Kata Mimik saat menerima Audiensi dari pengurus PBJSN
Acara itu pun dirancang sebagai pengalaman budaya yang utuh. Mulai dari pertunjukan Jaranan, Rampak Barong, Bantengan, hingga pecutan khas Jagad Suwung yang menggema bak doa dari langit. Ada pula pertunjukan yang memadukan spiritualitas dan tradisi: sesi pengobatan alternatif massal yang dipandu para terapis lintas disiplin, termasuk Vitri, hipnoterapis profesional, dan Ki Suryo Langgeng yang menggabungkan meditasi dan penyembuhan energi Nusantara.
Tak hanya manusia yang menjadi peserta. Reptil dan hewan khas juga dihadirkan untuk mendekatkan generasi muda pada harmoni dengan alam,sebuah pendekatan edukatif yang jarang disentuh oleh festival budaya konvensional.
Namun inti dari perhelatan ini bukan sekadar tontonan. Ia adalah bentuk penghormatan. Pelaku budaya akan menerima penghargaan sebagai “Insan Peduli Budaya Nusantara”. Sebuah pengakuan yang tak selalu mereka cari, tapi patut mereka terima.
Media juga tak tinggal diam. DPC Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Sidoarjo, organisasi yang menaungi para wartawan turut ambil peran. Ketua DPC, Agus Subakti, ST, menegaskan komitmen mereka. “Kami bukan sekadar meliput. Kami mencatat sejarah dan menyebarkan semangatnya,” ujarnya.
Panggung besar ini juga berdiri di atas gotong royong berbagai elemen: Bank Jatim Cabang Sidoarjo, komunitas seni Campursari Novi Budoyo, Aksaya Patra, Oxynice, hingga Padepokan Jagad Suwung. Semua bahu membahu, menjadikan perayaan budaya ini bukan milik satu nama, melainkan gema bersama.
Dalam setiap helaan napas perhelatan ini, nama Mimik Idayana tersemat sebagai penggerak. Ia menjahit masa lalu dan masa kini dalam satu tarikan benang: kasih sayang pada tanah kelahiran. Ia tidak banyak bicara, tapi setiap geraknya mengajarkan bahwa mencintai budaya adalah pekerjaan sunyi yang butuh keteguhan.
Sidoarjo bukan hanya akan menjadi tuan rumah. Ia akan menjadi cermin,tempat di mana siapa pun bisa melihat bagaimana warisan leluhur masih bisa hidup berdampingan dengan zaman. Dan Mimik Idayana, ibu dari banyak langkah, akan menjadi cahaya kecil yang menuntun kita kembali ke akar.
( Sapto/Gus)